Biadab! Mabuk Berat, Militer Bantai 82 Warga: Mayat Dibakar, Makanan Dirampok
SEJAK pagi hingga menjelang malam hari di Bago, Myanmar, Jumat, 9 April 2021, Tatmadauw -nama Angkatan Bersenjata Myanmar- menggranat dan menembak para pengunjuk rasa. Sebagian tentara dalam kondisi mabuk, membantai 82 warga yang sebagian besar pengunjuk rasa.
Jumlah ini masih akan ditambah lagi dengan ratusan korban yang cedera akibat luka tembak. Mereka telah dibawa ke lokasi-lokasi yang belum diketahui.
Sebelumnya, mereka yang kondisinya sekarat ini, berada di dekat jenazah-jenazah yang ditumpuk begitu saja, seperti ikan sarden di dalam kaleng, di depan kompleks Pagoda Zeyar Murni.
Teror masih berlanjut. Menjelang tengah malam, pemerintah kota dipaksa memadamkan aliran listrik. Terbagi dalam dua kelompok, satu kelompok tentara menggerebek rumah-rumah warga untuk mencari aktivis yang terdaftar. Kelompok kedua, menyeret jenazah-jenazah ke dalam kompleks pagoda.
Sekitar pukul 23.00 waktu setempat di dalam Pagoda Zeyar Murni, jenazah-jenazah dilemparkan ke dalam kobaran api. Jenazah-jenazah ini termasuk yang beragama Islam, dibakar hangus hingga tulang-belulang sekalipun. Ini disengaja demi menghapus jejak kebrutakan mereka.
"Tentara-tentara ini berteriak-teriak dengan cara yang menandakan bahwa mereka mabuk," kata seorang saksi mata di dekat Pagoda Zeyar Murni, sebagaimana dilansir Suara Pemred dari Myanmar Now, Minggu, 11 April 2021.
Di balik gulita malam, teror masih menghantui seisi kota. Sekelompok tentara disebar untuk menggerebek rumah warga.
Tak ada yang bisa menolong, bahkan Tuhan pun sekalipun hanya 'membisu', ketika dengan dalih mencari aktivis, tentara meramppok harta benda penduduk terutama uang dan makanan.
Tentara juga menggerebek rumah pemimpin aksi protes lokal, Myo Ko, Sabtu. Tapi, Myo Ko berhasil menghindari penangkapan karena sudah bersembunyi.
“Tentara menghancurkan seluruh rumah saya. Mereka menghancurkan semua yang ada di rumah. Mereka juga menyita tiga sepeda motor, makanan, dan uang 1.000 dolar AS yang saya simpan di dalam rak buku, "kata Myo Ko, menambahkan," Mereka lebih buruk dari perampok. Ini adalah fasisme."
Menjelang fajar esoknya, jenazah-jenazah yang malam sebelumnya ditumpuk di kompleks Pagoda Zeyar Murni, menghilang. Genangan-genangan dan bercak-bercak darah tak lagi berjejak. Semuanya telah dihapus untuk menghilangkan jejak.
'Prestasi' pasukan Myanmar dalam membunuh rakyat sendiri, masih kalah dengan 'rekor' mereka pada Sabtu, 27 Maret 2021. Ketika itu, Tatmadauw 'sukses memecah rekor': membantai lebih 100 warga dalam sehari.
Inilah suatu 'prestasi nasional' militer pengecut tanpa harga diri, yang mengukir prestasi bukan dari berperang melawan negara lain, melainkan dari pembantaian terhadap rakyatnya sendiri.
Wajah lebam dan luka tembak terlihat di tubuh sejumlah jenazah yang berhasil ditemukan oleh keluarga para korban di kamar mayat rumah sakit setempat. Jenazah-jenazah ini diperkirakan masih hidup ketika dibawa dari pagoda, kemudian disiksa di suatu tempat.
Pagi Menyeang, Malam Mabuk
Pada 1989 sebelum era pemerintahan militer, sebagaimana dikutip dari Wikipedia, Bago bernama Pegu. Terletak sekitar 80 kilometer dari utara Yangon, wilayah ini dibelah oleh Sungai Pegu, yang mengalir ke Teluk Benggala, India. Pada Januari 2005, di Bago terdapat 245 ribu kepala keluarga.
Kota Bago telah dikepung oleh pasukan junta pada Jumat lalu. Para serdadu melancarkan serangan yang mematikan, bahkan menggunakan granat ke arah lusinan pengunjuk rasa.
Setidaknya 82 orang dibunuh dalam tindakan tersebut, menurut organisasi bantuan lokal dan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik yang selama ini memantau kekerasan junta sejak terjadinya kudeta oleh militer terhadap kepemimpinan Ang san Suu Kyii, 1 Februari 2021.
Selama serangan sebelum fajar, yang dilaporkan melibatkan artileri berat, Tatmadauw menghancurkan basis protes utama di Jalan Ma Ga Dit, bagian timur Bago, menurut penduduk setempat.
Beberapa pengunjuk rasa berusia belia, yang berlindung di balik barikade karung pasir, tewas.
“Meski saya tidak ada hubungannnya dengan korban, saya sangat terluka, karena tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi, saya harus menonton semua ini, dan ingin mengambil kembali jenazah anak-anak muda yang masih hidup, ”kata saksi.
Sebuah surat kabar yang dikelola junta mengklaim pada Sabtu, hanya satu orang yang terbunuh setelah penduduk Bago menyerang angkatan bersenjata. Media corong pemerintah ini dalam beritanya menyalahkan penduduk setempat dan disebut menghasut sehingga memicu kekerasan.
Lagi, PBB hanya 'Prihatin' dan 'Menyesalkan'
Masih dari The Irrawaddy, Kementerian Luar Negeri Thailand mengumumkan, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Schraner Burgener tiba di Bangkok, Ibu Kota Thailand, Jumat, untuk memulai serangkaian pertemuan setelah menyelesaikan karantina di negara tersebut selama tujuh hari.
Burgener menerima dua dosis vaksin Covid-19 sebelum kedatangannya di Thailand.
PBB selama ini hanya sebatas 'imbauan' atau kalimat 'sangat menyayangkan', tanpa sama sekali melakukan tindakan fisik mengerahkan pasukan koalisi internasional. PBB terlanjur kecut atas Hak Veto yang dilancarkan oleh China dan Rusia, dua dari lima Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB.
Dengan Hak Veto, semua keputusan PBB wajib dianulir, walaupun sudah disahkan secara bulat oleh seluruh negara anggota.
Hak Veto dimiliki oleh lima negara, yang juga Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB. Hak dan status istimewa ini diberikan, karena kelima negara tersebut adalah pemenang Perang II, yang telah mencetuskan kehadiran PBB.
Selain China dan Rusia, Hak Veto dimiliki oleh tiga Anggota Tetap Dewan Keamanan lainnya: AS, Britania Raya dan Prancis.
Rusia dan China, yang notabene pemasok persenjataan utama ke Myanmar, menyatakan bahwa tak boleh dilakukan pengerahan militer ke Myanmar. Intervensi pasukan PBB dianggap hanya akan memperkeruh konflik di Myanmar.
Adapun kehadiran Utusan Khusus PBB untuk Myanmar di Bangkok, adalah bagian dari rencana untuk mengunjungi sejumlah negara di kawasan,terkait bertukar pandangan dan perspektif tentang situasi di Myanmar.
Tujuannya, mengeksplorasi kemungkinan solusi untuk krisis yang diwarnai pembunuhan terhadap ratusan pengunjuk rasa pro-demokrasi dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar.
Mantan Duta Besar Swiss untuk Thailand ini ditunjuk sebagai utusan khusus untuk Myanmar oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada 2018. Mandatnya, mendukung proses reformasi, rekonsiliasi, dan demokratisasi di Myanmar, serta mengatasi kekerasan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, terkait masalah pengungsi Muslim Rohingya.
Sebagai negara tetangga, Thailand sangat prihatin dengan situasi di Myanmar yang sangat berdampak terhadap rakyat Myanmar.
"Kami berkomitmen untuk bekerja sama, dan terlibat secara konstruktif dengan komunitas internasional, termasuk melalui PBB dan ASEAN untuk menemukan solusi damai bagi Myanmar dan rakyatnya. Kami berharap, kunjungan utusan khusus ke kawasan ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemungkinan solusi, ”kata Kementerian Luar Negeri Thailand.
Burgener atas dukungan Dewan Keamanan PBB juga ingin bertemu para pemimpin sipil yang ditahan, termasuk Presiden U Win Myint dan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi.***